Nikmatnya Bercinta Three Some

Diposting oleh Om Kumis on Rabu, 12 Desember 2012





Kulit

Ratna putih, halus dan lembut: layaknya gadis keturunan pada umumnya.

Wajahnya tidak seberapa cantik: polos dan berkacamata. Seorang mahasiswi

yang cerdas dan rajin — typical seorang gadis nerd. Tidak ada yang

istimewa dari Ratna — tubuhnya kurus, dada dan pantat yang relatif

kecil, selain itu — orangnya juga alim dan sopan.

Ratna

yang saat ini sedang menempuh kuliah di salah satu universitas swasta

di kota S tinggal bersama ci Donna yang menyewakan salah satu dari 2

kamarnya yang kosong kepada Ratna. Penampilan ci Donna berbeda sekali

dengan Ratna: di usianya yang hampir 30, ci Donna boleh dibilang sangat

pandai merawat tubuhnya — kulit putih halus dengan ukuran toket sedang:

34. Parasnya cantik, rambut panjang bergelombang.

Rupanya,

ci Donna yang sudah lama tidak merasakan belaian pria — menyimpan;

lebih tepatnya menimbun libido yang secara perlahan-lahan telah

menggerogoti moralnya (walaupun belum sampai mengenai akal sehatnya).

Selama ditinggalkan kekasihnya sejak 7 tahun yang lalu, ia sering merasa

kesepian — tak jarang ia berusaha memuaskan dirinya sendiri dengan

berbagai peralatan dan VCD yang disewanya/dibeli melalui pembantunya,

karena ia sendiri sebenarnya malu kalau harus terang-terangan membeli

atau menyewa benda-benda seperti itu.

Demikian pula

untuk bermain dengan pria yang tidak dikenal, ci Donna menganggap mereka

tidak bersih sehingga ia takut untuk berhubungan badan dengan mereka.

Namun demikian, ini tidak mengurangi fantasi ci Donna dalam membayangkan

bentuk seks yang diinginkannya. Bahkan sejak 2 tahun yang lalu, ia juga

mulai tertarik untuk melakukan hubungan seks dengan sesamanya. Ini

dapat dilihat dari reaksinya terhadap Ratna sehari-hari, tak jarang ia

menelan air ludah dan menjilati kedua bibirnya apabila melihat Ratna

mengenakan kaos ketat apabila ia ke kampus. Padahal, bentuk tubuh Ratna

begitu biasa — apalagi apabila dibandingkan dengan dirinya sendiri yg

jauh lebih seksi.

Apa yang dilihat pada diri Ratna

adalah dirinya sendiri 10 tahun silam; ketika ia masih berada di

awal-awal usia 20 tahun: alim dan rajin — namun begitu naif. Ci Donna

sendiri bertekad untuk memberinya ‘pelajaran’ suatu saat. Namun —

sesudah agak lama tinggal bersama Ratna, barulah Ci Donna mengetahui

bahwa ia sudah tidak perawan lagi: ketika ia masih SMP dulu — pacarnya

sendiri memperkosanya dan sejak saat itu, Ratna begitu minder dan

seringkali menhindar dari pergaulan sekitarnya, hingga saat ia kuliah.

Ci Donna mengetahui hal ini dari Ratna sendiri yang memandang Ci Donna

sebagai wanita yang sabar, bijaksana dan dewasa.

Pucuk

dicinta ulam tiba, seminggu yang lalu — adik ci Donna yang laki-laki

tiba dan hendak menginap untuk satu bulan karena suatu urusan. ‘Sekali

tepuk 2 lalat’ — inilah yang ada dalam pikiran ci Donna melihat adiknya

sendiri dan Ratna.

Suatu sore sejak 3 hari kedatangan

adiknya — Ci Donna sudah mempersiapkan rencana yang baik: pertama

adiknya, kemudian Ratna. Biasanya, Ratna tiba di kos pukul 19:00 dan ia

hendak memulai rencananya itu pukul 18:30 dengan melakukan ‘pemanasan’

terhadap adiknya. Pukul 18:30, Donna memanggil adiknya untuk masuk ke

kamarnya. Tanpa berprasangka apa-apa, adiknya masuk ke kamarnya.

Dilihatnya Ci Donna yang mengenakan celana pendek jins ketat dan kaos

tanpa lengan yang ketat pula — ia sedang menghadap ke cermin dan

mengikat rambutnya yang bergelombang halus itu.

Melihat

bayangan adiknya di cermin, Ci Donna tersenyum dan berkata: “Masuk

saja, cici cuman sebentar koq.” Diam-2, adiknya memperhatikan cicinya

dan berpikir: “Cantik juga, walaupun sudah kepala tiga. Badannya juga

begitu padat dan seksi..” Ci Donna yang mengerti bahwa dirinya sedang

diperhatikan adiknya sendiri hanya tersenyum simpul — tiba-tiba ia

berdiri, mendekati adiknya dan menggandeng tangannya. Adiknya kaget

sekali namun ia tidak berkata apa2. Ci Donna membimbing adiknya menuju

sebuah pintu sambil sesekali melirik ke belakang dan tersenyum simpul ke

arah adiknya.

Ci Donna membuka pintu kamar tersebut

dan menyalakan lampunya. Ternyata, apa yang dilihat adiknya adalah

sesuatu yang menakjubkan namun juga membuatnya sedikit shock: sebuah

kamar yang cukup luas — dengan seluruh dinding ditutupi bahan kedap

suara berwarna pink. Ranjang yang terletak di tengah ruangan, sebuah TV

lengkap dengan stereo-setnya yang mewah: juga 3 teve hitam-putih kecil

yang menampakkan situasi di ruang tamu, kamar Ratna dan kamarnya

sendiri.

Namun yang membuatnya begitu kaget dan sedikit

takut adalah koleksi VCD, video dan DVD porno yang berserakan di

lantai. Berbagai alat bantu seksual, dan sebuah manekin lengkap dengan

penis palsunya segala. Tahulah ia apa yang diinginkan dari cicinya —

tanpa disadarinya, Ci Donna sudah mengunci pintu kamar dan mulai

melepaskan pakaiannya satu persatu. Namun ia berhenti sampai pakaian

dalam saja. Jadilah Ci Donna hanya mengenakan bra dan celana-dalam warna

hitam, ia berdiri begitu seksi dan menggoda dengan rambutnya terikat

(untuk memudahkannya saat permainan nanti, begitulah yang ada di pikiran

Ci Donna). “Sudahlah, kamu menurut saja — toh kamu disini hanya

sebulan. Masa kamu tidak kasihan sama cici yg sudah lama tidak merasakan

hangatnya tubuh pria?”

Adiknya masih ragu. Ci Donna

tahu ini — dan tanpa membuang banyak waktu, ia segera maju ke depan

membuka celana pendek adiknya dengan mudah (entah bagaimana, adiknya

tidak mampu melawan cicinya sendiri). Mulailah ia mengoral batang

kemaluan adiknya itu. Ci Donna mempercepat gerakan mengocoknya dengan

tangan kanan, dia menengadah dan menatap wajah adiknya dengan tatapan

tajam penuh birahi — ia mendesis sambil berkata: “Sss.. awas kalau kamu

berani keluar sebelum aku. Lebih baik kamu cari kos lain saja, meskipun

kamu adikku!”

Sesudah berkata demikian, ci Donna

memasukkan seluruh batang kemaluan adiknya ke dalam mulutnya. Ia

menggerakkan kepalanya maju mundur — membuat batang kemaluan adiknya

keluar-masuk dengan sangat cepat. Adik ci Donna hanya dapat mengerang

nikmat mendapat perlakuan seperti itu dari cicinya yang ternyata sangat

berpengalaman dalam hal memuaskan pasangan mainnya, ia berusaha sekuat

tenaga untuk tidak mengecewakan cicinya. Di tengah-tengah permainan, Ci

Donna melepaskan branya dengan tangan kirinya yang masih bebas.

Diliriknya teve hitam putih yg secara rahasia memonitor kamar Ratna.

Ternyata ia baru saja datang, dan waktu menunjukan pukul 18:55. Tepatlah

perhitungannya: adiknya yang nafsunya sedang menanjak pasti akan mau

diajaknya berkompromi.

Ci Donna menghentikan oralnya,

dan tahulah ia bahwa adiknya agak kecewa. “Tunggu sebentar — aku ada

tugas buat kamu: bawalah Ratna ke kamar ini.” Adiknya mengerti apa yang

diinginkan ci Donna. Sementara adiknya pergi memanggil Ratna — ia segera

mematikan monitor2-nya, melepas celana dalamnya yang sedikit basah dan

bersembunyi di sebelah pintu. Begitu adiknya masuk bersama Ratna — ia

segera mengunci kamarnya lagi dan mendorong Ratna hingga jatuh ke

ranjang. Ratna yang bertubuh kurus dan lelah sehabis kuliah tidak dapat

memberikan perlawanan yang berarti terhadap perlakuan Ci Donna yang

begitu tiba-tiba tersebut. Ci Donna melucuti kaos ketat yang dikenakan

Ratna dengan buas.

“Kyaa..!!” Ratna menjerit, namun

percuma karena ruangan tersebut kedap suara. Adik Ci Donna hanya diam

saja karena shock melihat keganasan cicinya — apalagi dengan sesama

jenis! Ci Donna telah sampai pada branya. Dengan kasar, ia merenggut bra

Ratna dan melemparkannya ke lantai. Ci Donna melihat sepasang toket

Ratna yang kecil. “Seharusnya kamu tidak usah pakai bra sama sekali. Toh

tidak memberi perbedaan yang berarti..” Ci Donna melanjutkan dengan

melepas kancing celana jins Ratna dan membuka ritsluitngnya dan

melepaskannya.

“Pahamu putih dan mulus juga yah..”

Terakhir, Ci Donna menurunkan celana dalam Ratna. Ratna tak dapat

berbuat apa-apa terhadap Ci Donna yang terus menggerayangi tubuhnya dan

sesekali menciuminya. Tiba-tiba Ci Donna berdiri dan berjalan menuju

lemari. Diambilnya sebuah penis palsu (dildo) dan semacam lotion. Ia

mengolesi dildonya dengan lotion tersebut dan memberikannya kepada

adiknya, “Kamu pakai juga. Aku tidak mau dia berteriak-teriak

kesakitan.” Adik Ci Donna menurut — ia melepas seluruh pakaiannya dan

mulai mengolesi batang kemaluannya dengan lotion yang diberikan cicinya.

“Jangan

ci.. saya takut.” Ratna yang sudah lemas berkata dengan penuh

kekuatiran, melihat ci Donna mengenakan penis palsu (dildo) bergerigi

dengan ukuran yang cukup mengerikan seperti mengenakan celana dalam. Ci

Donna dengan cepat bergerak ke arah Ratna. “Diam. Mana lotionnya.”

Sesudah mendapatkan lotion, ia mulai mengolesi dinding vagina Ratna

sambil berkata: “Kamu jangan takut, percaya sama cici saja. Sesudah itu,

ia membalikkan tubuh Ratna dan melumasi lubang pantatnya pula.

“Ayo

— kamu lubang yang satunya!!” ci Donna memerintahkan adiknya untuk

mengentot Ratna yang malang di lubang anusnya. Adiknya menurut, ia

berpindah — duduk di atas ranjang. Ci Donna memapah tubuh Ratna dengan

lembut dan menempatkannya di atas adiknya. Ratna yang tidak berdaya

hanya dapat memandang sorot mata penuh nafsu ci Donna yang sedari tadi

sibuk mengatur posisi dan membantu adiknya memasukkan batang kemaluannya

ke dalam lubang anus Ratna. Bles! Batang kemaluan adik ci Donna

akhirnya berhasil masuk ke dalam anus Ratna yang sudah tidak keruan

bentuknya karena sedari tadi diobok-obok oleh ci Donna.

Rasa

sakit bercampur nikmat membuat Ratna membelalakkan matanya, ia membuka

mulutnya dan merintih “Aaa..” Ci Donna membaringkan Ratna dari posisi

terduduk menjadi terlentang dengan adiknya di bawahnya (dan batang

kemaluannya yang sudah menancap ke dalam lubang anus Ratna). “Ratna, aku

yakin kamu akan menyukai ini dan pasti ketagihan sesudah ini.” Ci Donna

memasukkan dildo-nya ke dalam lubang kemaluan Ratna.

Ratna

yang berada di tengah dengan keadaan tak berdaya, berusaha menahan

nikmat bercampur nyeri di lubang kemaluan yang sudah dihujami dildo dari

ci Donna — serta batang kemaluan adik ci Donna yang menancap di lubang

anusnya. Mulailah ranjang bergoyang.. mulanya perlahan, namun semakin

lama semakin cepat.. demikian pula dengan rintihan-rintihan Ratna..

“Aaa.. aa..” Ratna masih mengenakan kaca mata minusnya ketika permainan

ini dimulai.

Ci Donna tertawa melihat Ratna berusaha

bertahan: “Jangan ditahan dan jangan dilawan Ratna — nikmati saja,

sayang!!” Perlahan-lahan rintihan Ratna mulai berubah menjadi jeritan

nikmat penuh birahi.. “Ah.. ah.. yess.. mmhh.. MM.. AAHH..” Kenikmatan

disetubuhi di kedua lubangnya secara bersamaan membuat Ratna kehilangan

kendali. Ratna yang sopan dan alim perlahan larut.. perlahan berubah

menjadi Ratna yang liar, sifat liar yang seakan ditularkan dari ci Donna

— meracuni pikiran Ratna yang semula begitu bersih dan polos. “Yah..

teruskan!! LEBIH CEPAT LAGI CI DONNA..!! AA.. AA.. MMHH.. MM..”

Ratna

menggenggam seprei ranjang dengan sangat kuat, keringat meluncur deras

dari sekujur tubuhnya — membuat kulitnya tampak mengkilat di bawah

cahaya lampu. Hal ini membuat Ci Donna semakin bernafsu mempercepat

gerakan pinggulnya. Ratna semakin menikmatinya — ia memejamkan matanya

sambil memegang rambut ci Donna. “AGH.. Enak sekali.. Ci.. aa.. aku..

belum pernah.. uuh.. senikmat ini..” Adik Ci Donna menganal lubang

pantat Ratna sambil meremas-remas kedua toket Ratna dari belakang,

walaupun ukuran toket Ratna relatif kecil — namun ini tidak mengurangi

rangsangan demi rangsangan yg diterimanya. “Auuh.. ah..” mulut Ratna

menganga dan mengeluarkan teriakan-teriakan yg semakin tidak jelas.

Tubuhnya pun mulai menegang; tahulah Ci Donna bahwa “anak didiknya” saat

ini hampir mencapai puncak kenikmatan.

Ci Donna

mengurangi kecepatan bermainnya dan mengubah gerakan maju-mundurnya

menjadi gerakan mengaduk dengan menggoyangkan pinggulnya. Ratna secara

alami mengikuti gerakan Ci Donna dengan menyesuaikan gerakan pinggulnya.

Hal ini justru menambah kenikmatan bagi Ratna. Sampai akhirnya — tubuh

Ratna benar-benar menegang dan Ratna melepaskan teriakan yang cukup

panjang dan memenuhi seluruh ruangan kedap suara tersebut. Sesudah itu,

teriakan berhenti dan seluruh ruangan menjadi sepi. Ci Donna mencabut

dildo dari lubang vagina Ratna, ternyata dildo tersebut sudah ditutupi

cairan kental dan bahkan saat Ci Donna menariknya keluar — ada sebagian

dari cairan tersebut menetes dan adapula yang masih merekat antara

dinding vagina Ratna dengan dildo Ci Donna.

Adik Ci

Donna juga mencabut dildonya dari lubang anus Ratna dan merebahkan Ratna

yang sudah lemas di ranjang. Ratna masih memejamkan kedua matanya — Ci

Donna melepas kacamata Ratna yang masih dikenakannya dan meletakkannya

di meja yg terletak di tepi ranjang. “Lain kali, kalau mau main — jangan

lupa lepas dulu kacamatanya..” Ci Donna tersenyum dan mencium Ratna,

kemudian ia melepaskan dildonya dan menggelatakannya begitu saja di

lantai. Ia memandang adiknya dan berkata: “Kamu jangan bengong saja,

kamu masih punya tugas satu lagi.” Sesudah berkata demikian, ia duduk di

lantai — melebarkan kedua pahanya: mengarahkan lubang vaginanya yang

sudah basah ke arah adiknya.

Kemudian ia menunjuk ke

arah vaginanya: “Ayo: gunakan lidahmu.” Adiknya mengerti apa yg harus

dilakukan. Ia menjilat-jilat lubang kemaluan ci Donna dengan hati-hati.

Keenakan, c ci Donna memejamkan matanya — nafasnya tak beraturan:

desahan- desahan nikmat meluncur keluar tak terkontrol dari mulutnya. Ia

menjambak rambut adiknya dan menekan-nekan wajah adiknya itu ke lubang

vaginanya: “Errghh.. aaghh.. niikkmmaatt sekkaallii.. ss..!!” Ci Donna

benar-benar menikmati setiap hisapan dan jilatan yang diberikan adiknya

ke liang kewanitaannya, namun di tengah ambang sadar dan tidak — Donna

ingat bahwa ia tidak ingin mencapai orgasme dengan cara seperti ini.

“Aah.. tunggu say — bee.. berhentii duluu.. mmh.. sekarang giliran..

cici ngerjain punya kamuu..”

Adik Ci Donna menurut dan

berhenti. Ci Donna bergerak kemudian berjongkok membelakangi adiknya,

sekarang ia dalam keadaan berjongkok menghadap pantat adiknya. Adiknya

agak kebingungan dengan tingkah laku cicinya. Namun Donna cuek saja:

tangan kirinya ia lewatkan di antara kaki adiknya, dan dengan tangannya

itu ia mencengkeram buah pelir adiknya dengan halus dan mulai memijat-

mijatnya. “Tenang saja, sayang — kujamin kamu akan suka sekali..” Ci

Donna tersenyum penuh nafsu, dan dengan tangan kiri masih memegang buah

pelir adiknya — ia mengangkat telapak tangannya, menghadapkannya ke arah

wajahnya — dan meludahi tangannya sendiri kemudian mengerut-ngerutkan

tangannya.

Kemudian ia melingkarkan tangan kanannya

dari pinggang sebelah kanan adiknya — langsung menuju ke arah kontol

adiknya. Dan mulailah ia mengocok-ngocoknya batang kemaluan adiknya itu

dengan tangan kanannya yang sudah dilumasi air ludahnya sendiri.

“Aaaghh.. duh, enak sekali ci..” Ci Donna meneruskan gerakan tangannya

sampai ia merasa batang kemaluan adiknya sudah cukup keras. Sesudah itu,

ia membalikan badannya dan mengambil posisi nungging di lantai. Tahulah

adik ci Donna apa yang diinginkan cicinya ini. Ia juga mengatur posisi

di belakang cicinya: “Awas ya — pokoknya aku nggak mau anal. Maenin

lubangku yang biasa aja.” Adiknya menurut, dan permainan dimulai.

Adik

ci Donna memulai gerakannya dengan perlahan, “Mmm.. masih kurang, lagi

dong!” Gerakan dipercepat, Ci Donna memejamkan matanya keenakan. Ia

menambah kenikmatan dengan menggesek-gesek klit-nya sendiri, dengan

sebelumnya membasahi jari-jarinya dengan cara mengulumnya sendiri.

“Uuuaah.. enaakk sayaang.. Mmmh..” Permainan ini berlangsung agak lama

sampai ci Donna minta ganti posisi lagi. Kali ini ia ingin disetubuhi

dengan posisi tubuh menyamping. Ci Donna menyampingkan tubuhnya yang

seksi dan sudah mandi keringat tadi ke arah kanan, sementara adik Ci

Donna mengangkat paha mulus cicinya sebelah kanan dan menyandarkannya ke

bahu sebelah kirinya.

Dengan demikian, ia dengan

leluasa dapat memasukkan batang kemaluannya ke lubang ci Donna. Ia mulai

bergerak maju mundur, “Aaahh.. mm..” Untuk sekedar menambah kenikmatan,

ia mengarahkan tangan kanannya ke arah pantatnya sendiri dan

menggerakan jari tengahnya keluar- masuk lubang pantatnya. “Kyyaahh..

uuhh..” Tubuh ci Donna terus bergoyang-goyang — toketnya pun bergerak

naik turun tak beraturan mengkuti irama tubuhnya. Adik ci Donna yg

sedari tadi bergitu terangsang dengan gerakan toket cicinya sendiri itu

sudah tak tahan lagi, ia memajukan tangan kanannya guna meremas toket

kanan cicinya itu. “Oh — susumu begitu empuk ci..” Ci Donna hanya

tersenyum, ia mencabut tangannya dari lubang pantatnya — dan ikut

meremas toketnya bersama-sama dengan tangan adiknya itu. Permainan terus

berlangsung, Ci Donna merasakan tubuhnya sendiri mulai menegang — ia

sendiri sudah tidak mampu berpikir jernih lagi.

Hanya

kenikmatan yang dirasakan sekujur tubuhnya sekarang. “AAHH.. AAKKUU..

MMH..” Keluarlah Ci Donna, mencapai orgasme yang diidam-idamkannya dalam

posisi menyamping. Tercapailah segala keinginannya selama ini.

Demikian

pula adik ci Donna, ia segera berdiri karena sudah tidak tahan lagi,

dan ci Donna mengetahui hal ini — karena ia sudah berhasil meraih

orgasme, maka ia berniat membantu adiknya untuk mengeluarkan seluruh

peju yang sangat ia inginkan itu. Ci Donna berjongkok, tersenyum

menggoda ke arah adiknya dan mulai mengocok batak kemaluan adiknya “Nah,

sekarang cici ingin merasakan nikmatnya cairan kejantananmu. Ayo

sayang.. keluarkan — jangan ragu.. ayo!” Ci Donna memainkan batang

kemaluan adiknya naik turun dengan gerakan memutar sambil sesekali

menjilat pangkal kemaluan adiknya. “Aih.. masih belum keluar juga..

sebentar..” Sambil mengocok batang kemaluan adiknya dengan menggunakan

tangan kanannya, ci Donna memijat buah pelir adiknya. “Ah.. ci.. aku mau

keluar nih..!!” Ci Donna langsung mengarahkan ujung batang kemaluan

adiknya ke arah mulutnya, menyambut cairan peju yang segera muncrat

masuk ke dalam mulutnya.

Ratna yang sedari tadi

tergeletak lemas berusaha bangkit dan merangkak menuju ci Donna dan

adiknya. “Ci Donna.. saya juga mau..”, kata Ratna sambil menunjuk ke

arah mulutnya sendiri. Tetes peju terakhir sudah habis meluncur turun ke

dalam mulut ci Donna yang seksi. Ci Donna menelan sedikit peju adiknya

dan menahan sisanya di dalam mulutnya. Ia tersenyum dengan mulut

belepotan peju adiknya, membelai Ratna, kemudian membaringkannya, dan

meletakkan kepala Ratna di pangkuannya. Ratna yang sudah lemas hanya

menurut seperti anak kecil. Dengan gerakan yang lembut, ci Donna

menyentuh bibir Ratna dan menggerakannya ke bawah dengan jari

telunjuknya.

Ratna mengerti apa yang dimaksud ci Donna,

ia membuka mulutnya. Bibirnya bergetar. Ci Donna kembali tersenyum — ia

mengarahkan mulutnya tepat di atas bibir Ratna yang sudah merekah,

kemudian membuka dan memuntahkan peju lengket yang sudah bercampur

dengan air liur ci Donna, turun memasuki mulut Ratna.

Peju

dalam mulut ci Donna sudah habis dipindahkan ke dalam mulut Ratna. Ci

Donna tersenyum lebar dengan sedikit sisa peju bercampur liur pekat yang

menetes dari ujung bibirnya.

Kembali, dengan gerakan

lembut — ci Donna memberi isyarat kepada Ratna untuk menutup mulutnya.

Ratna menuruti dan tersenyum bersamaan dengan ci Donna. “Nah, aku tidak

pernah pelit kepada gadis manis seperti kamu. Ambillah bagianmu dan

nikmatilah.” Ratna menelan peju yang sudah diberikan ci Donna kepadanya.

“Terima kasih ci..” Kemudian ia bangkit dan duduk — Ratna menyentuh

wajah ci Donna dengan lembut. Ratna kembali membuka mulutnya, bergerak

maju ke arah bibir ci Donna sambil menjulurkan lidahnya. Ci Donna yang

mengerti maksud Ratna segera menyambut ciuman Ratna dengan menjulurkan

lidahnya pula. Mereka berciuman sampai lama — dan saling menjilati

sisa-sisa peju hingga bersih.

Sejak saat itu, kehidupan

ci Donna dan Ratna selalui dipenuhi dengan petualangan: hampir setiap

bulan Ratna ‘menjebak’ teman kuliahnya — entah itu pria atau wanita



Nikmatnya Bercinta Three Some

based on 99998 ratings.

5 user reviews.

.