Nikmatnya Bu Siska, ibu angkatku, Kekasih gelapku! | Tempat Download Video Bokep Foto Bugil Nonton Bokep Streaming Foto Hot Cerita dewasa Terlengkap

Diposting oleh Om Kumis on Senin, 17 Desember 2012





“ih anak ibu, kamu tuh nggak PD banget sih Liat tuh di cermin, hmm cakep kan Perempuan mana sih yang nggak mau sama kamu”“ ibu mencubit kedua pipiku dan mengarahkan wajahku kearah cermin lebar di salahsatu dinding ruangan.

“iih ibu, bikin G...

R aja”.,” aku berpaling kearahnya dan mencubit, bukan di lengannya seperti kebiasaanku kalau bercanda. Tapi di pantatnya, cukup keras karena aku gemas juga.

“auuuu . sakit sayang!!” ibu menjerit, menatapku lucu sambil memonyongkan bibirnya,

“hehehe ... ibu cantik deh kalau monyong begitu,” candaku.

Tangan ibu meraih remote control audio dari atas meja kerjanya. Menyalakan audio ruangan itu, dan jadilah kami berdansa pelan diiringi beberapa symphony bethoven & mozart yang romantis. Aku memeluk pinggulnya dan ibu mendekap erat dadaku keatas sehingga otomatis dada besarnya tersaji sedikit dibawah daguku. Bu Siska memang lebih tinggi 3-4cm dari aku. Entah karena romantisnya dansa kami atau gerakan ibu yang kadang menggoyang dadanya itu, penisku yang sedari tadi tidur itu mulai beranjak bangun dan mengeras hingga menimbulkan cembungan yang rupanya dirasakan juga oleh Bu Siska. Tapi ia diam saja, saat aku membuka mata malah kulihat ia terpejam seperti menikmati suasana itu. Pinggulnya justru semakin sengaja digerakkan menggesek cembungan ditengah selangkanganku itu.

Aku bingung harus bagaimana, apalagi aku adalah tipe pria yang cepat sekali terangsang. Biasanya kejadian semacam ini hanya berlangsung sesaat saja dan ibu biasanya langsung mengelak kalau menyadari aku mulai terangsang. Tapi inikali berbeda, ibu malah semakin membiarkan dadanya menggencet ketat di dadaku. Adakah ini berarti Bu Siska juga sedang birahi” Sudah beberapa bulan hampir setahun setahuku ibu tak mendapat sentuhan lelaki.

Ditengah batinku bertanya-tanya tentang keanehan itu, tiba-tiba ibu membuka matanya. Lalu entah apa yang menggerakkan wajah itu mendekat ke arah bibirku. Aku masih penasaran dan bingung, kukecup pipi kirinya, namun wajahnya seakan mengarahkan gerak yang lebih sensual dari biasanya, telapak tangannya kini mendekap kedua pipiku.

Aku terdiam, memejam, dan hanya sesaat setelah itu kurasakan sebuah kelembutan menyentuh bibirku, aku pasrah saja tak berani menolak, tapi tak hanya sampai disana. Sekujur badanku merinding merasakan gejolak aura lidahnya yang berusaha memasuki rongga mulutku, bibirnya menjepit bibirku. Aku biarkan saja ketika bibir itu kini berhasil menjepit dan menyedot lidahku. Pikiranku masih berkecamuk antara percaya atau tidak terhadap apa yang kami lakukan saat ini. Bu Siska sudah mulai mendesah, terdengar nafasnya mulai memburu. Dekapan tangannya di kepalaku sudah terlepas, entah kapan dan aku tak menyadari ketika membuka mataku, belahan jas kerja Bu Siska ternyata sudah terbuka, sebelah tangannya menuntun tanganku kearah gundukan payudara berlapis BH putih berenda yang ukurannya my God, diatas rata-rata!

“ Bu .... mmm,” aku mencoba bicara namun secepat itu pula ia kembali menyumbat mulutku dengan sebuah ciuman. Dan lebih ganas dari sebelumnya, Bu Siska sudah tidak lagi menahan desahannya. Kali ini ikat pinggangku ia lepaskan, lalu zipper celana sekolah itu dan tasss”.celana abu SMA itu melorot sampai setengah paha.

“Ibu …. please”.,” aku kembali bicara. Tapi tanganku malah memberi remasan lembut pada buah dadanya.

“terussskan sayang aaauuuffffhhh”..,” hanya itu yang terdengar dari desahannya yang semakin keras saja.

Aku jadi tak berani lagi bicara, kubiarkan ibu bertambah liar dengan melukar pakaianku. Dan kalaupun aku mampu menolak, hal itu tidak akan aku lakukan. Karena beberapa saat kemudian otakku mulai dikuasai oleh egoisme birahi yang seakan bersorak;

“Ayo, Bud, setubuhi perempuan cantik didepanmu!!! Bukankah selera seksualmu lebih besar pada wanita paruhbaya seperti ini”“““ Dan kapan lagi kamu akan membalas jasa Bu Siska yang telah memberimu kehidupan mewah seperti ini”““

Petanyaan-pertanyaan tadi seperti menuntun tanganku untuk lebih jauh menuruti nafsu Bu Siska yang sudah pasti tidak dapat lagi dibendung. Dan seperti mencari pembenaran atas kejadian itu, batinku yang lain menjawab; “sudah lah, Bud. Nikmati saja. Bukankah kamu juga tak kalah sayang pada Bu Siska… Kamu juga mencintainya kan …. Lupakan sejenak istrimu itu, dua lebih baik daripada satu dan yang ini adalah kunci masa depanmu!!!”

Aku tak mampu lagi berpikir logis, segala bayangan tentang Rani hilang entah kemana, yang ada kini adalah kemolekan tubuh calon mertuaku, ibu angkatku yang mungkin juga akan segera jadi kekasih gelapku!!!

Pakaianku terlepas sudah seluruhnya, entah kapan Bu Siska mempretelinya dari tubuhku. Aku telanjang dan terduduk di sofa panjang ruang kerja yang luas itu. Kupejamkan mata, tak berani melihat Bu Siska yang baru saja beranjak dari mengunci pintu ruang kerjanya. Dan bak penari striptease, dari arah pintu ia berjalan sambil melepaskan satu persatu pakaian yang melekat di tubuhnya.

“…… Uhhfff”. kini aku yang terbelalak, sebelum melepaskan roknya, Bu Siska sudah melepas celana dalam putih, dan sesampainya didepanku dengan sekali langkah tubuh montok dan sedikit gemuk itu terpampang jelas di depanku. Ia berjongkok tepat dihadapan tempat aku duduk, lalu kembali memeluk. Kali ini aku yang menyambut dengan ciuman penuh kerinduan. Kunikmati bibir Bu Siska yang terus mendesah. Tanganku meraba dan sesekali meremas bongkahan payudara besarnya. Memilin putingnya bergiliran, lalu mencium dan menjilati lehernya.

“aaauuuuhhh …. sssssshhhhh aaaahhhh….hmmmmm….. oooohhhh..terussss saaayaang..ohhhh,” hanya desahan itu yang bisa diucapkannya. Tangan kiri Bu Siska meraih batang kemaluanku dan meremas lembut.

“ooooohhhh..Bu..ssshhhh….aaaauuhhhh,” desahanku juga mulai keras.

Dan kami semakin liar. Kutarik tubuh ibu ke sofa. Ia berbaring sambil tersenyum, sepertinya mengundang aku untuk segera memuaskan dahaga asmara yang sesungguhnya terlarang itu.

Baiklah, ibu angkat, aku bertekat akan membuatnya berteriak-teriak dan memohon supaya aku segera dan lagi dan lagi menyetubuhinya, akan kubuat calon mertuaku ini mengemis untuk dipuasi oleh calon menantu sekaligus anak angkatnya ini !!! Akan kusetubuhi engkau dengan keras!!!!

Dan sekarang terimalah birahi anak angkatmu ini!!! Bersiaplah untuk menampung cairan sperma yang biasanya hanya ditampung oleh anakmu!!!

“Ayo…… sayang, kemari, sentuhlah ibu, ibu mau sayang ayooouuuhhh..”

kali ini ibu memohon agar aku segera menindihnya. Tapi nanti dulu, bukankah ibu mau dipuaskan lebih dari apa yang saya berikan pada anakmu.

Aku meraba pangkal paha Bu Siska, sudah basah dan becek disana, kasihan ibu angkatku ini, mungkin delapan bulan ini pemenuhan birahi tak sebanding dengan produksi sel telurnya. Aku merunduk disitu dan dengan buas langsung membuka pahanya, menjulurkan lidahku dan menjilat permukaaan vagina yang berbulu sangat lebat itu.

“Oooowwwhhhhh ... yessss….. sayaaangggg …. aaaahhhh….. sshhhhhhhh,”

Jari-jariku sibuk mengucel-ucel bibir kemaluannya, lidahku terus menusuk-nusuk dan membelai dinding kemaluan wanita paruhbaya yang ternyata tak kalah menariknya dengan istriku itu. Sesekali bibirku menggigit pinggiran bibir kemaluannya yang cembung dan gemuk, memberikannya sensasi kebuasan birahi anak angkatnya yang polos ini.

“aaaauuuuwww ….. uuuoooooooohhhh geliiiiiiii …. Sssshhhh …. Naaakaaallll …. kamu sayang ….aaaaaaahhhhhhh,” jeritnya saat aku menggigit biji klitorisnya yang membengkak karena rangsangan hebat itu.

Aku tak peduli lagi pada teriakan histerisnya, aku yakin dinding ruangan itu sedemikian tebalnya sehingga kalaupun ada yang menembakkan pistol disini pasti akan terdengar sayup-sayup saja.

“oooooohhh ….. yeeesshhhhh …… gigit sayang oooohhh gigit lagi yyyyaaaahhh” ia malah minta aku meneruskan mengulum biji clitorisnya.

Aku asik saja, cairan yang terus semakin deras mengalir dari liang vaginanya habis kusedot dan kuminum. Seperti daerah vagina milik Rani, kemaluan Bu Siska juga tampak sangat terawat. Tak tampak noda kotor setitikpun pada bagian itu. Hanya saja baru kali ini aku mengetahui bahwa ternyata lebatnya bulu kemaluan Bu Siska membuat penialainku pada bentuk vaginanya lebih baik dari milik istriku itu.

“Ayo sayang, setubuhi ibu sekarang, hooooouuuhhh …. ibu sudah ngga tahaan..,” pintanya memelas.

Aku menuruti meskipun biasanya kalau aku melakukannya dengan Rani, tentu aku minta di-karaoke dulu sebagai imbalan aku menjilati vaginanya. Tapi kali ini aku canggung untuk meminta, karena dalam keadaan begini aku masih menaruh rasa hormat pada ibu angkatku itu.

Kuambil posisi diatasnya, Bu Siska mengangkang, sebelah kakinya menjutai jatuh, sebelah lagi dinaikkan ke sandaran sofa. Kemaluanku memang sudah keras sejak tadi, kini sudah menempel dan siap masuk dan mengoyak bibir vagina Bu Siska. Telapak tanganku memegang kedua buah dada besar itu dan seketika ia menarik pinggulku mendekat. Lalu dengan keras aku menghujamkan penisku sejadi-jadinya dan “sreeeeppp …. bleesssss”. untuk pertamakalinya aku merasakan sensasi menyetubuhi wanita paruh baya yang selama ini mengasuhku itu.

“aaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhh.,” jerit Bu Siska keras sekali sampai menghentikan tusukanku yang baru masuk itu.

“uuuffff …. kenapa bu ?“ aku terhenyak juga.

“punya kamu besar sekali, uuuuhhhh ... ibu nggak pernah mengalami dimasuki segede ini saying … tapi coba yang pelan sayang, ibu agak nyeri,” katanya masih mendekapku.

Sepasang kakinya mengikat pinggulku hingga penisku tertahan didalam. Kuberikan ia ciuman untuk merangsang nafsunya, bibirku menyedot putting susunya, dan beberapa detik setelah itu jepitannya melonggar. Tangannya malah menuntun pinggulku naik turun secara perlahan. Bu Siska mulai mendesah dan menikmati goyanganku.

“Oooouuhhh …… sayaaaangggg ….. ooooouuhhh ….. besarnya aaauuuuff … tariiiikhh aaaaahh enaaaakkkhhhh“.

“teeekaaaan lagiiihhh aaaahhhh niiiiikmaaaattttt”.

“uuuuhhhh, yang pelan aja sayaaaaanggg ….. oooouuuffff “ ”.enaaaknyaaaahhhh … ooooooohhhhhh, saayaaaang”

Tak henti-henti ia memuji kenikmatan dari penis besarku yang kini menggesek dinding-dinding vaginanya. Aku juga sebenarnya tak kalah nikmat. Apa yang selama ini kurasakan dari Rani memang enak juga, tapi sensasi kenikmatandari liang vagina dan tubuh montok Bu Siska memberiku pelajaran berharga bahwa ternyata kepiawaian dan pengalaman lebih mampu menciptakan sensasi kenikmatan yang lebih dahsyat ketimbang besaran liang vagina. Hehehe itu teori baru!

Aku terus menggenjot dengan perlahan dan teratur, Bu Siska membuat suasana romantis dengan memberi ciuman mesra bertubi-tubi, mengulum bibirku dengan sepenuh hati. Matanya yang terpejam semakin mengguratkan warna kecantikan alami seorang ibu. Akupun terlena dengan pesona itu, baru aku sadar bahwa ternyata kecantikan ibu angkatku ini benar-benar luar biasa, bahkan kalau mau jujur, Bu Siska jauh lebih cantik dari kedua anaknya. Rasa nikmat dari pertautan kelamin kami terus menjalari seluruh urat sarafku, memenuhi rongga sanubariku dengan berjuta kenikmatan biologis. Tak terasa waktu berlalu hampir tigapuluh menit. Pelukan kaki dan tangan Bu Siska di pinggangku yang semakin erat dan tiba-tiba itu menunjukkan tanda sesaat lagi ia akan mencapai orgasme.

“uuuuuuffff ... sayaang, boleh hhhhhh ... ibu … hhhh minta diatas”“ pintanya setengah mendesah. Aku mengerti dan segera menghentikan kocokan penisku di vaginanya.

“ooooouuuuhhhh …. Baaaiiikkkk …. Aaahhhh …. Bu,”

Kali ini aku yang berbaring, Bu Siska langsung mengangkangi pahaku, liang vaginanya yang sudah becek itu menganga tepat diatas kemaluanku yang mengacung-acung seperti tak sabar ingin segera masuk. Punggungku bersandar pada sandaran sofa sehingga dengan mudah mulutku meraih putting susu Bu Siska yang sedang berusaha memasukkan kembali penisku kedalam vaginanya. Saat sedang asik meremas dan menghisap putting susu Bu Siska itulah dengan cekatan ibu menggenggam penisku dan mengarahkannya tepat di bibir kemaluannya dan sreeep bleesss”..

“aaaaahhhhh ….. nikmatnyaaaaakkkkkhhh …... aaahhhh ….saaa yaaanggg ….. ooouuhh..”

“mmmmhhhhh ….. ibuuuu ….. aaaaauuuhhhh …..enaaaakhhhh …. Ssshhh” jeritku tak kalah seru dengan jeritannya. Bu Siska yang kini asik menaik turunkan pinggulnya untuk meraih kenikmatan dari gesekan relung kelaminnya. Sesekali gerakannya berubah dari turun naik menjadi maju mundur, lebih nikmat lagi saat ia memutar-mutar dengan poros kelaminnya yang terpaut dengan penisku. Alangkah sensualnya ketika aku melirik kearah kelaminku yang terjepit bibir vagina Bu Siska yang ikut keluar masuk dan membelai, vagina itu penuh sesak oleh buah pelirku yang berukuran diatas rata-rata itu.

“hooohhh …..saaayannng …... kamuhhhh masih aaahhhh lama aauuufff sayaaaang ?“

“Iyaaah Buuuhhh, ooohhh kenapaaahhh, aaaahhh, enaaakkkhhh ooohhh,”

“Ibuuu … ooooohhh sudaaahhhhhhh … mmmmmhhh ngggaaa … . kkkhh .. tahaaan … ooohhf yeeessss ...ooooohhh …. punyaaaahh kaaaamuuuhhh mennnntthooookkhhhh ….. aaauuuhhhh ibuuu ngggaaaaaa … aaaaakkkhhhh” “tahaaannnnn …. Oohhh … ohhh …. Ooohh …. “

“ooohhh …. Yyaaa …. yaaa.. u h uuhhh .. ibuuuu …. Ngaaa …. Taaaahhhh … haaaann .. oooooooo ooohhh” lolongnya panjang

sekali seketika itu tiba-tiba Bu Siska menggenjot keras sekali, semakin cepat, dan rupanya ia mengalami orgasme yang begitu dahsyat.

“Reeeeeeeemeeeeshhh …. Suuuuusuuuu ... iiiibuuuu sayaaaanngggg .. ooouuhhhh, remassh terussshhhh Buudddiiii …. Aaahhhhh ....ennaaakkkhhh iiiibuuuu nggaaaaaa taaaaahaaannn”

“ibu keluuuuuaaaarr..keeeeeeeeelllllluuuuuaaarrr …. hhhhaa aaahhhhhhh …. yesssssshhhhhhh,” jeritan panjang diiringi hempasan keras pangkal pahanya kearah penisku.

Aku yang sudah tahu hal itu dari kebiasaanku dengan Rani segera memberikan remasan yang keras pada kedua buah dada Bu Siska. Kira-kira semenit kemudian badannya jatuh menimpaku. Nafasnya tersenggal-senggal, tubuhnya lemas lunglai terkapar sudah. Kelaminku yang masih mengeras mengganjal dalam vaginanya yang banjir.

“ooouuhhhh ….. sayang, kamu belum keluar ya ? Maapin ibu ya, Bud. Ibu egois, maklum sudah delapan bulan lebih ibu tidak merasakannya,” Bu Siska mulai berbicara setelah nafasnya agak teratur.

“Nggak apa-apa Bu, yang penting ibu puas dulu,” aku menciumnya

“Jangan gitu dong, sayang. Beri ibu kesempatan beberapa menit lagi ya ?” “Ibu akan buat kamu puas sebentar lagi,” ia balas mencium mesra.

“Kamu kok bisa lama ya, saying ? Ibu nggak nyangka kamu sekuat itu,”

“Ngga tau deh, Bu, mungkin karena saya suka dan sayang ibu kali ya”“

“ahhh …. Masa ? Bisa aja kamu, sayang, benar kamu suka sama ibu ? Suka apanya ayo ?

“Suka yang ini,” jawabku singkat sambil menerkam buah dadanya.

Mungkin benar karena buah dada ini aku jadi begitu semangat, ukurannya yang besar dan ranum dengan bentuk yang sangat menantang itu membuatku jadi merasa lain saat ini, apalagi dengan “penemuan” bahwa ternyata wajah ibu jauh lebih cantik dari kedua anaknya itu. Atau aku memang punya selera yang lebih pada wanita STW seperti Bu Siska.

Gara-gara sensasi STW itu, tanpa sadar penisku bangkit lagi, berkedut-kedut didalam sana. Ibu rupanya merasakan juga.

“Say, bangun lagi tuh ... Ibu sudah siap nih, yuk,” ajaknya seraya melepas gigitan vaginanya pada penisku. “Cropss”aku terhenyak.

“Duuuhhh …. besarnya sayang, pantas tadi punya ibu rasanya hampir robek,” ujarnya sambil menggenggam batang penisku. Ia terus memujinya dan mengocok lembut.

“Ayo dong, Bu, nggak tahan nih,” ajakku. Aku berdiri dibelakangnya, maksudku agar Bu Siska menunduk dan aku masuk dari belakang. Rupanya ia mengerti. Kakinya dilebarkan dan tangannya menjangkau sandaran sofa. Bu Siska menunduk dan tampaklah belahan vagina wanita paruhbaya itu menganga ke belakang. Sejenak aku sempatkan untuk menjilatinya, tak tahan dengan pemandangan yang menggoda birahi itu.

“aaaduuuhhh sayaaang, ayo dong masukiiin, ntar ibu keluar lagi lho”“

aku tak menjawab, tapi langsung meraih pinggulnya dengan tangan kanan, tangan kiriku mengarahkan kepala penisku menuju liang vagina yang merah itu dan sreeeeppp”.

“uuuuhhhh ….. kocok yang keras sayang, ibu mau yang keras aaaahhhhhh,”

aku menuruti apa maunya, kusodok sekuat tenaga, kutarik hingga hampir lepas, Bu Siska memundurkan pantatnya seperti tak mau melepaskan penisku, tancap lagi terus begitu berulang-ulang sehingga menimbulkan decakan yang cukup keras, plaak..plak”plak”plak”sreeepp”.. plaak”.sreeep”crreeekkk”.

Ada sekitar sepuluh menit kami melakukannya dengan posisi itu sampai ibu bilang lelah berdiri. Kuminta ia duduk santai dan bersandar di sofa lalu dengan segera kukangkangkan kakinya dan segera menusuk keras dalam posisi setengah berdiri. Tanganku sibuk dengan kedua buah dada besar itu. Sesekali aku menunduk agar dapat menjangkau susunya untuk menyedot. Bu Siska mendesis dan mendesah kegirangan. Cairannya semakin membanjir.

“Aooooohhhh …. Yessshhh …. Yeeesss …. Yesss…. genjooot yaaang kerasshhh saayaaang,”

“ooouuhhh buuu …. Iiiibuuuuu ... aaauuhhh ennnnaaaakhhhnyaaaahhh …. ssshhhh, saaa yaaa … hhhhaaaaaahhh haaaammmmpiiirrr ooouuffff,”

“iibuuuu juuuuhhhhhggggaaaaa aaaahhhhh haaampiiirrr saaaaa …..yyyyaaaaangg …. aaahh yyeeeesss …... oooohhhh niiikkkmaaaattttnyyyaaaahhhhh …. Yeeessss ... yeeesss, ye eesss,”

selama sepuluh menit kemudian akupun mulai tak dapat menahan, sarafku menegang, meluncur ke satu titik di ujung penis, dan

“oooooohhhhhhhhh …...,” aku rebah menimpa ibu dan memeluknya, mengujamkan kemaluanku sejadi-jadinya. Mentok didalam sana hingga dasar liang vagina ibu dan berteriaak panjang.

“aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa …… hhhhhhhh …. .yeeeee esssshhhhh …. keluuuu aaaarrrrr … buuuuuu ..oooohhhhh … yeeeeshhhhh …..oooooo oooooohhhhhhhhhh,” aku berteriak histeris sambil menyemprotkan banyak sekali cairan sperma kedalam vagina Bu Siska. Ia pun demikian. Kakinya menjebit keras, tangannya menjambak rambutku dengan geras, dan giginya mengatup rapat.

“hhhhhhhhhhaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa aaaaaahhhhhh iiiiibuuuuu juuuu gaaaaaaaahhhhhh … keeeellluuuuuaaaarrrr … laaaaggggii ihooooooohhhhhhhh ….. yeeeshhhhhh ,”

Ibu mendekapku erat, aku ambruk keatas tubuh montok ibu angkatku itu. Kami sibuk mengatur nafas masing-masing.

Pelan-pelan kulepaskan penisku yang mulai melemas, Bu Siska masih memejamkan mata, kelelahan rupanya.

“Luar biasa sayang!!”

“Trims Bu, ibu juga luar biasa nikmat”.” aku menciumnya, lalu beranjak memunguti pakaian kami yang berserakan, kutumpuk diatas meja tamu ruangan.

“Mau kemana sayang”“

“mandi, Bu. Penat,”

“ibu boleh ikut”“

“Boleh,” aku mengulurkan tangan dan membimbingnya ke kamar mandi.

“Kamu tadi benar-benar hebat,” tak habisnya dia memuji.

“Pasti kalau sama Rani, bisa lebih dari itu ya”“ seketika Bu Siska menyebut nama istriku, aku jadi tersadar apa yang aku lakukan tadi.

“Bu …. Please …. jangan sebut nama Rani dulu, saya masih shock,”

“Eh iya, maaf .. Ibu juga nggak ngerti kenapa kita bisa seperti ini ya? Mungkin ibu yang terlalu sayang sama kamu sehingga ibu lupa kalau kamu adalah suami anak ibu,” katanya meralat sambil memberiku ciuman.

“Nggak apa-apa Bu, saya juga tadi salah nggak bisa menahan nafsu, bagaimana kalau Rani tahu hal ini?“

kami masuk ke bathtube yang sudah terisi air hangat. Sambil berendam dan menyabuni tubuh montok Bu Siska.

“ibu mau terus terang sama kamu, Bud. Tapi jangan marah ya ? Ibu harap kamu mau memenuhi permintaan ibu ini,” katanya, tangan Bu Siska menggenggam penisku yang menyisakan sedikit ketegangan pasca klimaks tadi. Sementara tanganku asik mempermainkan buah dadanya, bukan menyabuni, tapi meremas-remas. Gemas aku dibuatnya karena bentuk dan ukurannya.

“Mana mungkin saya marah sama ibu, ibu kan sudah sedemikian baik sama saya. Apa mungkin saya akan menolak keinginan ibu “

“Tapi ibu mau ini datang dari hati kamu tanpa paksaan, Bud.”

“Tentang apa sih, Bu ?“

“Tentang kita,”

“Maksud ibu ?“

“Bud,” kini ia meraih tubuhku sehingga posisiku jadi mendudukinya, ibu memangku aku yang bersandar di dada bersusu besar itu. Aku menurut saja.

“Sejak ibu punya masalah dengan mantan suami, ibu sangat mendambakan kehadiran pria yang benar-benar menyayangi ibu dengan tulus dan ihlas. Beberapa kali sejak mengetahui sumai ibu berselingkuh dengan wanita lain, ibu juga menjajaki kemungkinan untuk mencari pengganti. Tapi apalah mau dikata, tiga orang yang pernah berkenalan dengan ibu tak satupun memenuhi syarat lelaki yang setia,”

Aku diam saja tak berani memotong. Takut ibu tersinggung.

“Dan semenjak mengetahui kamu dan Rani sudah berhubungan jauh layaknya suami istri, ibu jadi semakin merasakan kebutuhan akan pria. Akhirnya ibu mengamati kehidupan kamu. Ibu mempelajari semua celah kehidupan kalian dan menemukan bahwa kamulah tipe lelaki yang paling sempurna di mata ibu.”

“Jadi Bu …. Apakah ibu akan memisahkan kami ?“ sergahku.

“dengar dulu sayang, ibu tak bermaksud sejauh itu, hanya saja, ibu ingin kamu juga membagi kasih sayang itu sama ibu,” ia mempererat pelukannya. Aku masih terdiam tak bereaksi.

“ibu juga tak ingin merusak hubungan kalian atau melukai perasaan anak ibu sendiri,”

“lalu apa yang harus saya lakukan Bu ?“

“untuk sementara, sebelum ibu menemukan cara terbaik, kamu mau kan merahasiakan hubungan kita ini dari istrimu “

“iya Bu, itu pasti, mana mungkin saya bisa mengatakan hal ini pada Rani, bisa bubaran saya”.,”

“itulah sebabnya kenapa ibu mau kamu tinggal di Jakarta menemani ibu, terus terang ibu sangat memerlukan kamu, Bud,”

sesaat kemudian kami terdiam, aku memikirkan hal ini. Aku memang sayang pada Rani, ia cinta pertamaku, orang yang membawaku kedalam dunia kedewasaan dan kami sudah bertekat akan menjalani kehidupan rumah tangga setamat Rani kuliah nanti. Tapi aku juga tak mengelak kenyataan bahwa pesona dan kecantikan calon ibu mertuaku ini begitu hebatnya, saat ini aku bahkan tak mau memikirkan hubunganku dengan Rani. Yang ada dalam benakku hanyalah mereguk kenikmatan dari Bu Siska seperti yang barusaja kami lakukan, aku bahkan tak ingin ritual nikmat ini berakhir cepat. Betah sekali rasanya berada dalam pelukan wanita paruhbaya ini. Dan yang terpenting adalah, bagaimana lagi aku harus membalas kebaikan Bu Siska yang telah membawaku kedalam kehidupan seperti saat ini.

Saat aku tersadar dari lamunan, tangan bu Siska telah menggenggam batang penisku yang kembali tegang. Barangku yang satu itu memang cepat sekali bangun, apalagi yang menyentuhnya adalah wanita idamanku ini.

“ibu mau lagi ?“ aku menatapnya,

“hek eh”.,” ia mengangguk senang.

“ngga disisain buat Rani ?“

“hmmm, ibu tahu kamu mampu sampai enam kali sehari, jadi ibu yakin, sesampai di rumah nanti, pasti kamu main lagi sama istrimu, iya kan”“

“koq ibu tahu sih”“

“kan sering ngintip kamu ama Rani”..,”

“haah … Jadi …. Ibu lihat apa aja”“

“banyak, dari gaya kalian, samapai berapa lama dan berapa kali sehari”,”

Gemas juga aku dibuatnya, dengan sekali gerak aku berbalik menghadap ibu dan langsung menyerbu buah dadanya, ibu menjerit, aku tak peduli

“aaaampuuun geliii sayaaang, aaauuuhhh”“.,”

“rasain ! Ini untuk ulah orang yang suka ngintip,”

Kukenyot keras buah dadanya bergiliran, kiri, kanan, kiri, kanan terus begitu, sampai menimbulkan bercak merah cupang mulutku. Bu Siska hanya bisa kelonjotan sambl teriak-teriak.

Kupaksa ibu berdiri membungkuk, lau dengan segera setelah kudapati liang vagina merah itu terkuak, langsung kucoblos dan bleeessss”.. aku segera mengocok keras. Bu Siska semakin kelonjotan. Sengaja kubuka kran shower, kami main sambil berdiri ditengah guyuran air …. Ahhhh nikmatnya ibu angkatku.

Dan seperti sebelumnya, aku keluar setelah membuatnya orgasme dua kali. Kemudian kami kembali ke ruang kerjanya, setelah mengeringkan badan, dengan mesra aku membantu Bu Siska mengenakan pakaian kerja jas biru tua dan rok bawahan berwarna putih itu. Entah kenapa, ketika hendak membantunya memasang CD, ibu menolak dan langsung membantu memasangkan pakaianku yang tercecer di meja kerjanya.

“dasar maniak, lutut ibu rasanya mau patah,” gerutunya dengan wajah lucu.

“siapa yang mulai ayo”“ jawabku sekenanya sambil meremas buah dadanya.

“iiihhhh ngeriiii”“,” Ibu menjerit kecil saat tangannya balas menggenggam punyaku.

“tahu rasa!!!” aku mengecupnya.

Bu Siska melangkah kedepan cermin lebar dan merias kecil wajahnya disana, kupandangi wanita itu dari belakang. Luar biasa! Tubuh yang kini terbungkus rapi pakaian kerja itu tampak begitu “menghebohkan!”, masih kuat bayangan bagaimana sesaat yang lalu aku menggumulinya, menindihnya, menggoyangnya, menusuk-nusukkan penisku dalam vaginanya yang oh my God, luar biasa nikmat! Tak sadar bayangan vulgar dibalik gaun itu kembali mengundang gelak birahiku. Niat nakalku muncul, bagaimana sensasinya kalau sekarang kusetubuhi Bu Siska dengan tanpa melepas penutup tubuhnya itu” Ah rasanya pasti lebih nikmat, dan tanpa penetrasipun vaginanya masih becek oleh dua kali tumpahan spermaku yang menyembur sepuluh menit yang lalu”

“Buu”..,” panggilku

“hmmm”“ ia menoleh, ah cantik sekali.

Aku mendekat dan memeluknya dari belakang, kutuntun ia berjalan kearah meja kerjanya. Sampai disana ibu masih belum sadar apa yang akan aku perbuat.

“apaaan sih sayang”“

aku tak menjawab, sebelah tanganku sudah berhasil melorotkan celana dalamku sampai atas lutut. Dan dengan sekali dorongan lembut, posisi ibu yang membelakangiku menjadi membungkuk dengan tangannya bertumpu pada meja. Dan sebelum ia sempat tersadar dari ulah usil itu, aku sudah dengan secepat kilat menyingkap rok putihnya, dan yessss!!! Cdnya belum ia pasang sehingga aku langsung menempelkan penisku di bibir vagina Bu Siska yang masih saja mengalirkan cairan sperma sisa tadi. Breeesss”.creeepppp”..

“aaaooooooowww …. Budiiiiiii …. aaaaahhhhhhhhhh,” jeritnya histeris saat tanpa memberinya kesempatan aku langsung menggenjot maju mundur.

“oooouuuufff …. Aaahhhh …. Ahhhhh .. ahhhh …. aahhhh, kkaaamuuu naaakaallll …. oohh yessss …. Mmmmmmm ….aaahhhhh .... aaammmpuuunnnn tuhaaannn ... Buuuudiiiii aahhh ibuu nggaaakkk aaaaahhhh ngggaaak kuuuuaaaattt .. laaagiiiiiihhhhh,” Bu Siska terus menjerit, tapi tak mampu menolak goyangan pinggulku yang menghempas di permukaan pantatnya yang semok itu. Tanganku kedepan dadanya, meraih buah dada yang kini masih terlapis pakaian dan BH itu.

“Ibu cantik sekali dengan baju dan rok kerja ini, saya jadi terangsang lagi, nikmati saja bu,” aku memberikannya sejenak jeda untuk mengatur nafas.

“oohh uuuufff … awas kalau nanti Rani sudah tak lagi di rumah, kamu harus melakukannya dengan ibu enam kali sehari juga,”

telapak tanganku menyusup lewat celah Bhnya, meremas disitu dan bergoyang maju mundur lagi. Kali ini dengan tenaga yang lebih kuat lagi sehingga bunyi keciplak pertemuan pangkal pahaku dan daerah sekitar vagina itu semakin terdengar nyaring.

“oooohhh …. Ssshhhh …. Yeeessshhh …. Mmmmhhh …. enakhhh sayaaangg teruuussss oooh hhhh ... ssshhhh .... genjot yang keras sayang oooohhh ibu mau sampai saaaayyaaangggg .... uuu uuuuuhhh …. mmmmmm aaahhhh ... setubuhi ibu dengan kerasshhh sayaanggg ooohhh nikmaat nyaaaahhh …. oooohhh yessss yessss yessss yesss …. genjot sayang ayo teruuussss awas jangan lepaskan punyamu sayaaaaaaaaaaaangggg aaaaaahhhhh …. ibuuuu hammmmpiiiiirrrr”.,” vaginanya terasa menjepit nikmat hingga beberap menit kemudian terasa rahimnya menyembur.

“oooooooohhhhhhhh …. yeeeeessss ibuuuu keluuuaaarrrrrrrrr aaaahhhhhhhhh, aaahhhh aahhh keluuuaaarrrr …. ooohhhh”“,”

aku tak ingin berlama-lama lagi dan dengan penuh semangat aku berkonsentrasi agar secepatnya juga orgasme.

“sayaaaa juga buuu oooohhh saya jugaaa aaahhhh aaaahhhh ..… aaaaaaaaaaaaahhhhh,” akhirnya beberapa kali semprotan yang keras dalam liang rahim Bu Siska mengahiri pertahananku.

Kupeluk Bu Siska dan menuntunnya ke sofa. “Crooopp”.. lepas sudah penisku dari liang nikmat ibu angkatku itu, aku terduduk, Bu Siska mengambil CD yang tadi ia kantongi.

“kan ada tissue Bu”“

“nggak sayang, ibu mau simpan bekas spermamu di CD ibu ini, supaya kamu nggak bisa lupa sama ibu, hihihi”..,”

“ibu bisa aja,” aku menciumnya. Ibu membalas dan kami berdekapan lama sekali.

Jam telah menunjukkan pukul 4 sore. Tak terasa sudah 3 jam lebih kami bermain. Aku lelah sekali. Kami santai sejenak minum energy drinks dari minibar Bu Siska. Tiba-tiba Hpku berdering, kulihat nomor Rani di monitor.

“iya say”“

“nggak ini aku baru nyampe di kantor ibu, aku numpang ibu aja, kebetulan ibu minta bantuan buat beli tinta printer tadi, Jadi aku mampir ke Com center dulu,” seperti dugaanku, Rani pasti penasaran dan menelpon karena tak biasanya aku belum pulang sore hari.

“Iya, ntar aku pesan sama ibu, kamu sehat kan say”“

“Iya, I love you too, daaaahh,” kututup HP.

“Yeee ….. mesranya, Ibu jadi cemburu,” goda Bu Siska.

“Eh, bu. Rani pesan sate senayan tuh, ngidam katanya,” candaku.

“Wuiiihh ….. kamu pintar banget bo’ongnya … Kemarin kan Rani datang bulan, masa sekarang ngidam, weeekkk,” Ibu mengejek.

“Iya iya tapi sate senayannya beneran lho,”

“Ok, deh. Ntar kita mampir ke resto, yuuk dah sore nih, ntar istrimu cemberut lagi,” Ibu menarik tanganku ke arah pintu.

Ternyata benar juga kata Bu Siska kalau aku ini memang hiper! Buktinya waktu di mobil, padahal aku Cuma ngelirik betisnya aja sudah langsung on! Jadi sepanjang jalan ke rumah, aku dipelototin terus oleh Bu Siska yang takut kalau mang sopir yang duduk di depan itu curiga pada ulah tanganku yang suka menyusup ke selangkangan ibu.

Sampai dirumah, aku masih “on” gara-gara terangsang betis Bu Siska. Ketika Rani membuka pintu kamar, aku langsung menerkam dan menggumulinya. Dan jadilah aku bertempur untuk keempat kali dalam sehari ini. Luarbiasa, spermaku masih sanggup membanjiri vagina Rani sehingga ia tak curiga samasekali kalau sebagian besar spermaku sudah tumpah dalam rahim ibunya dari siang sampai sore ini.

Dua minggu kemudian, aku dan Rani membuat kesepakatan tentang study kami. Tepat seperti yang diinginkan Bu Siska, aku tetap di Jakarta dan Rani menyusul Mbak Rina ke London. Otomatis hari-hari sebelum keberangkatannya tiba, aktivitas seksual kami meningkat tajam, setiap pulang sekolah, aku dan Rani langsung mengurung diri di kamar. Kami menumpahkan semua hasrat yang ada. Ibu malah sengaja menjadwalkan diri keluar daerah, sehingga di rumah hanya ada aku dan Rani. Lainnya para pembantu yang tinggal di kamar belakang kebun rumah kami. Jadi selama dua minggu itu pula aktifitas seks ku dengan ibu jadi tidak ada. Sebelum pergi ke luar kota, ibu malah berpesan agar aku puas-puasin dulu dengan Rani karena kami tak bisa mengantarnya ke London. Aku harus sibuk mengurus pendaftaranku di Universitas Indonesia.

Hari terakhir menjelang keberangkatannya, aku dan Rani melakukan persetubuhan yang begitu romantis. Kami berdua berjanji akan memelihara benih kasih sayang. Rani malah bilang hanya kematian yang dapat memisahkan kami. Aku terharu sekali, sekaligus merasa berdosa padanya. Bagaimana tidak, sejak pertamakali bersetubuh dengan ibunya aku hampir setiap minggu pagi, saat Rani olahraga, Bu Siska selalu minta “jatahnya”. Aku bingung, satu sisi aku menyayangi Rani sebagai istriku, tapi disisi lain harus juga kuakui bahwa pesona dan kasih sayang Bu Siska padaku juga tak dapat kutolak. Sentuhan hati dan tubuh wanita paruh baya itu begitu membutakan mata hatiku. Namun sebagai manusia yang pragmatis, aku jalani saja keduanya. Mereka punya kelebihan masing-masing, Rani punya kemaluan yang menjepit sedangkan Bu Siska punya permainan yang kreatif, vagina empot-empot. Dua-duanya menyayangi aku.

Hari minggu sore, Aku dan Bu Siska mengantar Rani ke Bandara. Dalam perjalanan, Rani seperti tak mau melepaskan pelukannya padaku. Dan saat memasuki ruang tunggu keberangkatan, ia menciumku sambil menangis. Setelah juga mencium ibunya, Rani berlalu sambil menunduk, aku melambaikan tangan hingga Rani menghilang dibalik pintu garbarata.

Sampai hari ketiga sejak kepergian Rani, aku mencoba mengurangi perasaan gundah dengan menyibukkan diri, jadwal pendaftaran mahasiswa baru cukup membantu. Ibu membelikan aku sebuah BMW yang kukendarai sendiri kemana-mana. Siang setelah acara pendaftaran, aku berkunjung ke rumah teman-teman SMA seangkatanku. Sore hari aku pulang dan biasanya langsung menyendiri di kamar, memandangi foto-foto Rani dan aku yang memenuhi beberapa sisi kamar kami. Aku jadi banyak melamun di malam hari, padahal ujian tes masuk perguruan tinggi tinggal seminggu lagi. Bu Siska seperti mengerti kalau perasaan sedihku bulum habis, ia tak mau menggangguku. Kami hanya ngobrol waktu sarapan pagi, sebelum ia pergi ke kantor. Tapi lama-kelamaan aku jenuh juga, kupikir tak ada gunanya sedih berkepanjangan.

Malam keempat, aku mencoba turun ke lantai dua, ke kamar ibu. Kulihat ia telah lelap tertidur pulas. Lelah dari seharian bekerja rupanya, aku mencium bibirnya. Kupandangi wajah manis yang kini tertidur lelap itu, cantik, elegan dan begitu menggoda birahi. Perempuan sempurna dengan buah dada besar yang telah berulangkali memberikan kepuasan seks berbeda dari apa yang kudapatkan dari anaknya. Yah, anaknya, anak yang lahir dari rahim melewati vagina yang begitu nikmat, yang terus terang saja mungkin terindah bentuknya dengan hiasan bulu-bulu lebat pertanda pemiliknya berlibido tinggi, bersih dan tentu saja terawat. Selalu mengundang nafsu untuk menyentuhnya, menmpermainkan jari di celahnya, menjilatnya dan memasukkan penis kedalamnya. Huuuhhhh”aku jadi tegang sendiri. Kubaringkan tubuhku di depannya, langsung mendekap. Ibu belum bereaksi ketika aku juga menyingkap selimut tebal itu, kupeluk tubuh bongsornya sambil menggesek-gesek buah dadanya yang hanya berlapis baju tidur tipis itu. Dengan lembut aku mengecup bibir sensual Bu Siska.

“mmmmm …..hhuuuufff,” ibu membuka mata tersadar akibat ciumanku tadi. Ia balas mencium dan memelukku.

“belum tidur sayang”“

“Ngga bisa tidur, Bu ,”

“iya ibu ngerti .., jam berapa ini”“ tangannya menggapai switch lampu kamar di samping tempat tidur. Dan jelaslah sudah pandanganku. Bu Siska dengan baju tidur sebatas dada kini tergolek semakin merangsang. Kemaluanku sudah tegang dari tadi, sejak melihat buah dada ibu yang putih mulus dan besar itu. Aku langsung menjamahnya, melepas tali pengikat daster itu dan uhhh”.seperti bayi yang kehausan, aku langsung menetekinya.

“kamu suka sekali susu ibu, sayang ?“ Bu Siska membelai kepalaku dengan lembutnya. Aku tak mampu menjawab, karena mulutku sibuk menggilir payudaranya kiri dan kanan.

““ssssshhhhh .... mmmmm..,” desisan Bu Siska mulai terdengar. Keciplak bunyi mulutku yang menyedot putting payudaranya berpadu suara nafas ibu yang mulai memburu.

“tumpahkan semua nafsumu sama ibu, say. Malam ini ibu akan layani kamu sampai kamu benar-benar tidak mampu lagi …. Uuuhhhh …. Ssshhhhh …. ooouuuhhhh..,”

Akhirnya memang pesona dan keindahan tubuh Bu Siska mampu membawaku menjauh dari ingatan kepada Rani. Wanita paruh baya itu kini benar-benar bak dewi asmara yang membutakan nurani. Tubuh bongsor dengan payudara besar itu terus mengundang lidah dan mulutku untuk menjelajahi centi demi centi setiap permukaannya yang lembut dan halus. Sementara pemiliknya seperti tak mampu mengeluarkan suara selain rintih dan desah nikmat yang terus saja mengundang birahiku untuk meraup semua kenikmatan seksual darinya. Bahkan ia yang jauh hari sebelumnya kutahu adalah wanita penuh sopan santun dan cenderung sedikit aristokrat , kini tak tanggung-tanggung lagi mengeluarkan semua kosa kata jorok untuk sekedar mengimbangi kenikmatan dari permainan haram antara anak dan ibu angkatnya ini.

“Oooouuhhhh yeesssshhhh .... jilaatinnnnn memeeekk ... ibuuuu sayaaang …. oooohhhh geliiiinyaaa ….. ooouuhhh yessss ….. tussssuuuukkk deeeengaaannn aaahhh jariiiihhh kamuuuhhh sayaaangggg oooohhhhh … …. Koooocooookkkkk ….. hhhhhhhhhh ooouuuuhhhhh …. kamuuuhhh senaaaaangggg …. memeeeekkkk uuhhhh ibbuuuu saaaayaaaaangg …. hhhhh”“

“iyaaaahhh buuuu, srupppp”..aku asik menjilati bibir vagina berdinding merah itu.

“ooohhhh ... yyyaaaahhhh iiiyyaaaahhh .. mmmmmmhhhhhh ..ibuuuuhhhh mauu uuuhhh .. Keluuu ….aaarrrrkkkkk ... aaahhhh … sedooootttt ... memee ekkk kuuuuuhhh ooohh seddddooootttthhhhh aaahhhh ... ennnaaaakkkhhhh sayaaaaangggg” ibu menjerit histeris, pertanda orgasmenya tiba. Padahal baru 10 menit saja aku menjilati kemaluannya.

Mungkin sedotanku yang keras dan bertubi-tubi pada clitorisnya yang menyebabkan ibu secepat itu. Pahanya menjepit kepalaku keras, sampai sesak nafasku dibuatnya. Hanya sesaat, lalu melemah dan aku kembali dengan perlahan menjilati cairan yang mengalir dari rahim ibu, kutelan habis seperti orang yang kehausan.

“oooohhhh …. sayang, ibu nggak tahan, maaf ya ??? Sekarang giliran ibu yang memuaskan kamu. Sini sayang, ibu mau coba penis kamu”

“iiihh ibu, jorok ngomongnya!” sahutku sambil mencubit.

Tapi aku tak menolak saat ibu meraih batang kemaluanku mendekat ke arah wajahnya, kini aku berdiri di lututku, menyodorkan penis besar dan keras itu ke wajah ibu yang sudah menganga. Kedua tanganku malah berpegangan pada kedua belahan dada yang empuk itu. Sambil meremas-remas lembut.

“kan sekarang ibu istri kamu … hmmm …” ibu langsung menyambut dengan mengulum batang itu, mengocok dengan jari-jari lentiknya dan

“aaaaaaaaauuuh ibuuuuuuhhhh …. ennnaaakkkkhhh,”

sreeppp”..prrrrrtttttt”..clik clik clik bunyi penisku yang disedot mulut seksi Bu Siska.

“ooouuhhh … buuuuhhhh … ennaaakkk …. Oooohhhhh … ibuuuuhh hh .. hhhhhh .. yes sshhhhh ... hhhhhhaaaaaaaooooooohhhhhh ... yeeesssss ... ooohhhh seddoooottthhhh tee ruuuusssshhhhhh buuuuu …. ibuuuuuhhhhiiiiibbbuuuuuhhhhhoooohhhhhhh,” jeritku tak henti menikmati permainan lidah ibu yang menggelitik permukaan tepat di bawah kepala penisku. Tanganku semakin keras pula meremas buah dadanya. Aku berteriak sambil mendongak ke atas, ibu terus menyedot sambil menatap tingkahku yang seperti orang kesetrum listrik ribuan volt. Wajah cantik itu semakin menggairahkan dengan mulut yang penuh sesak oleh penisku. Tiba-tiba crooop”ibu menghentikannya.

“oouuhhhhfff ... kenapa bu”“ aku yang tanggung.

“ibu mau lagi .., nggak tahan liatin kamu keenakan sendiri”

“ Baik bu,” aku langsung berpindah karena ibu melepaskan penisku dari genggamannya

“ibu diatas sayang, biar kamu puas mainin susu ibu,”

“ibu tau aja selera saya”,”

“iya harus dong, masa sih ibu ngga mau tahu kesukaan kamu, kamu kan sudah sering memuaskan ibu, adil kan kalo sekarang ibu berusaha memuaskan kamu “

aku rebahan di tempat tidur, telentang dengan penis yang tegang mendongak. Sejenak ibu menggenggamnya dan memandang heran.

“pantesan ibu merasa sakit waktu pertama kali kita main, ukurannya segede ini, hiiiihh ngeri aaahhh”..,”

“tapi ibu suka, kan”“

“iya dong, kalo tidak suka, ngapain juga ibu minta terus, ayo ah, udah nggak tahan,”

ia langsung berjongkok dengan paha tepat diatas pinggangku. Tangannya mengarahkan rudal besar dan panjang itu tepat ke depan bibir vaginanya yang berbulu lebat sekali. Ibu menurunkan pantatnya, penisku masuk dengan lancar karena kemaluan ibu rupanya masih becek sisa liurku dan air maninya waktu kujilat tadi. Ia sedikit membungkuk mendekatkan susunya ke wajahku, aku langsung meraih, sebelah kiri dengan tangan kananku dan yang kanan dengan mulutku. Ibu langsung menggoyang naik-turun. Matanya nanar membiaskan nafsu birahi yang begitu dahsyat, pantatnya menghempas pahaku yang menimbulkan bunyi keciplak becek kemaluan kami yang saling terpaut dan menepuk.

“Auuuuffff ... hmmmmm enaakknyaahhh sayaaang ...ooohhhh ,”

“iyaaahhhh …. Buuu .. ssshhhhhh ooohhh .ibuuuuu ibuuu oohhhh, goyang yang kerasss buuuhhhh ooohhhh .ooohhhh mmmmm hhhh .yes ss..,”

“hhhh niiikkmaaaatnyaaahhh kooonnnntooollll kamuuuu..buuuddd aaahhhh,” ibu rupanya tak lagi canggung mengucap kata-kata jorok tentang kemaluan kami.

Desahannya pun semakin histeris. Apalagi saat aku dengan keras meremas buah dadanya yang besar itu.

“ooohhhh . .memeeeekk . iiiibuuuu juuugaaaahhh . eeeennaaaakkkkhhh,” balasku mulai ikutan tak kalah jorok.

“heeee ... eeeennaaaakkkhhh maannaaaahh saaamaaahhh punyaa Raaaniiihhh ..,” ibu menghempas keras

”plaaakkk!!! Plaaakkk!!! Creekkk creeekk sreeep”

“saamaaahhh enaaaakkhhhh ooohhhh memeeek ibuuu juggaaa njjeepiiit ooohhh,” aku mendorong keatas,

“sreepppp blesss .. sreepp blesss”

“gooommmbaaalll ... manaaahhh bisaaahhh ... ibuuu kaaan suudaaah tuaaaa aaahhh,” ibu meraih tanganku yang terlepas dari remasan susunya

“taaapiiiihhh memeekk ibuuuuhhh jugaaaahh guuuuriiihhh enaaakhhhh,” kupintir-pintir putting susunya, ibu sampai terpejam sambil terus berteriak.

“kooontooolll kamuuhh geedeee baaangeeethhh eeeehhhmmmm saaaayaanggg, mennto oookkkhhh”di rahiiimmm ibuuuuhhh.., sshhhh yesss remessshhhh susuuu ibu saaayyy,”

Luar biasa memang seperti kata ibu, ukuran kontolku yang diatas rata-rata ini, sampai-sampai ibu yang sudah punya 2 anak menjerit-jerit merasakan keperkasaannya.

Ibu merubah posisi, badannya menghadap samping, waktu menyamping tadi luar biasa nikmat gesekan vaginanya, kontolku seperti dipelintir.

“oohhhh ibuuuuhhh enaaakkh”,” jeritku tertahan seketika karena tanpa jeda sedetikpun ia langsung menggoyang, kali ini berputar sehingga vaginanya seperti menyedot kemaluanku. Aku takmau kalah, kutarik putting susunya sebelah kiri hingga ibu berteriak dan semakin kencang bergoyang.

“ooooohhhhhh aaaaaauuuhhhh yessshhhh .. piiiintttaaa arrr kamuuuuhhh”..,”

“memeeeekhhhh ibuuuuhhhh ... eeenaaakkhhhh buuuuuhhhh h oooohhhhh ... ssssss hhhhhh ... oooohhhh ... gooyaaangggg aaahhhh..,”

Ganti gaya lagi, setelah 10 menit begitu. Bu Siska menindihku sekarang, dengan pelan ia menggoyang pinggulnya. Aku asik meremas buah dadanya sambil mengadu lidah kami, saling sedot.

“enaak..saaayaaangg ?“ desahnya bertanya

“hooohhh mmmm enaakkk baaangeet uuhhh buuuuhhh .. memek ibuu bener-bener nikmaaat ….. ooohhh.,”

“penis kamu jugaaaahhh …. ooohhhh nikmaatnyaaahh.., ibuuu sukaa bangeeett ... kook bisa besar gitu yaah”“

“mana tau bu …. emang dari sononya ooohhh memek ibu juga kenapa bisa enak gini …. ihh aaahhhh .. ooohhhh …. goyang ibu jugaaahh … ooohhhh,”

“aduh saying … ibu mauuuuu keluaaarrrrr shhhhh ooohhhhhh yesssss aaahhh, menthoook sayaaangggg ooohhhh..,” vaginanya menjepit, pelukannya semakin erat, aku tahu itu tandanya ibu sebentar lagi akan muncrat

“ayooohhhh buuuu aaahhh vaagiiinaaa ibuuuu tammmbah denyuuttt enaaakhhh aahh shhhh oooohhhh ooohhhh, goyang lagiiiii buuuuu yang kerasshhhh ooohhhhh,”

“pindaah sayang, kamu diatas, ayooohhhh tindih ibu,” ia meminta aku diatas, mungkin supaya lebih keras genjotannya. Kuturuti perintahnya, langsung kami bergulingan, masih berpelukan. Bu Siska kini di bawah, pahanya diangkat-angkat tinggi agar kemaluanku semakin mudah menusuk, lututnya sampai menyentuh buah dada.

“yesss .yess yess ..yesss aahh ahhh ahhhh . genjot yang kerass sayang yang cepaaathhhh oooohhhhh,”

aku mempercepat..dan tiba saatnya bagi Bu Siska, menegang, melepas cairan dalam rahimnya, melumuri sekujur penisku yang masih mengganjal dan menusuk-nusuk. Akhirnya beberapa detik setelah itu melemas. Aku masih mengocok meski pelan, kecantikan wajah mature di depanku ini membuat birahiku takkan pernah padam.

“shhhh ... ooohhh geliiiii sayang, geliii ... hhhh stop dulu stop dulu say, ibu istirahat dulu uuuhhh …. nikmatnyaaahh.,”

Bu Siska merintih kegelian merasakan desakan penisku yang tak kunjung jeda. Tangannya merangkul pinggangku dan mengeratkan pelukannya, pahanya menjepit sehingga aku sulit bergoyang.

“aaahhh ibuuuu hhhh”.,” aku senewen juga karena tanggung, padahal saat itu penisku sedang tegang-tegangnya mengganjal. Terpaksa kuhentikan juga karena ibu terus merengek manja.

“maapin ibu say, ibu nggak kuat layani kamu..,”

Bu Siska mencoba menghibur dengan menciumku.

“habiiisss ibu nggak bisa nahan sih, jadi kan saya tanggung bu”,”

“ya sudaaah ntar ibu kasih lagi, tapi kasi ibu waktu beberapa menit aja ya”“ katanya seraya melepaskan pelukan. Badannya digeser ke samping, otomatis penisku terlepas, ibu sampai terpejam meresakan gelinya.

“huuuuooohhh ... giliran ibu deh yang nggak sanggup, padahal dulu waktu pertama kali kepingin sama kamu, ibu sampai mimpi bisa lama-lama mainnya, say”,” Bu Siska berkata sambil berbaring disebelah kananku. Kami sama-sama menghadap ke atas, memandang langit-langit kamar ibu yang luasnya dua kali kamarku itu.

“Sejak kapan sih ibu punya keinginan begini”“

“sejak lama.., waktu tahu suami ibu main serong sama cewek lain,”

“maksud ibu sejak tahun lalu”“

“nggak say, jauh sebelumnya... kira-kira lima tahun yang lalu, waktu ibu pertama ngajak kamu ke Jakarta,”

“Haaah”“ aku terkejut

“waktu itu kan, saya masih SMP bu”“

“yaaahhh itulah sebabnya waktu itu kamu masih terlalu muda sehingga ibu nggak tega minta itu sama kamu,”

“trus ?“

“Hmmmm kenapa sekarang ya, bu ?“ aku penasaran juga, jawaban Bu Siska tadi membuat aku berfikir untuk mengetahui pandangannya tentang aku, yang utuh dan jujur. Tentu ini menarik karena bagaimanapun kuanggap ini adalah peristiwa yang sangat berarti bagiku, yang telah merubah hidup dan pandanganku tentang wanita. Terutama perspektifku terhadap hubungan seksual. Sampai-sampai aku lupa kalau belum “tuntas”

“Boleh ibu cerita panjang lebar, say”“ Ibu bertanya,

“itu yang ingin saya dengar, bu, tapi .hmmmmm,” aku ragu mengatakannya,

“apa sayang ?“ ia mengecup bibirku

“Mau lagi ya ?“ rupanya Bu Siska tahu juga.

Mungkin karena dirabanya penisku yang tegang itu. Aku tak menjawab, kubiarkan ibu men-service aku kali ini.

“kenapa diam aja say”“

“kan saya belum keluar bu, boleh kan”“ aku merajuk sambil kembali menindihnya.

“ iya sayang, ibu juga nggak mau kamu nanggung gitu, ayo sayang”.., mmmhhh ssss hhh ini yang ibu suka dari kamu ... mainnya selalu panaassshhhh ... ooohhhh sedoott susu ibu saaayyy …. ssshhhh nikmatnyaaaahhhh”.

Jadilah kami bertempur lagi, hasilnya kali ini kami keluar bersamaan, ibu yang duluan menyembur, aku menyusul beberapa detik setelah itu. Aahhh nikmatnya Bu Siska, ibu angkatku, Kekasih gelapku!



Nikmatnya Bu Siska, ibu angkatku, Kekasih gelapku!

based on 99998 ratings.

5 user reviews.

.